Makkiyah dan madaniyah

.    Definisi Al-Makki dan Al-Madani
Kata al-makki berasal dari “Mekah” dan al-madani berasal dari kata “Madinah”. Kedua kata tersebut telah dimasuki “ya” nisbah sehingga menjadi al-makkiy atau al-makkiyahdan al-madaniy atau al-madaniyah.[1]

Secara harfiah, al-makki ataual-makkiyah berarti “yang bersifat Mekah” atau “yang berasal dari Mekah”, sedangkan al-madaniy ataual-madaniyah berarti “yang bersifat Madinah” atau “yang berasal dari Madinah”. Maka ayat atau surat yang turun di Mekah disebut dengan al-makkiyah dan yang diturunkan di Madinah disebut dengan al-madaniyah.[2]

Secara etimologi, al-makki ataual-makkiyah adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang dinisbahkan kepada kota Mekah. Sedangkan al-madani atau al-madaniyah adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang dinisbahkan kepada kota Madinah. Mekah dan Madinah merupakan dua kota yang menjadi basis utama Rasulullah dalam mengembangkan agama islam. Dengan demikian, kedua kota tersebut merupakan daerah terbanyak tempat diturunkannya ayat suci Al-Qur’an.[3]

Secara terperinci para Mufassir berbeda pendapat dalam mendefinisikan makkiyah dan madaniyyah. Perbedaan itu ialah:

Menurut Mabahits, Makkiyahialah segala ayat yang diturunkan di Mekkah dan Madaniyyah segala ayat yang diturunkan di Madinah. Termasuk dalam pengertian di Mekkah tempat-tempat yang terletak di sekitarnya (Arafah, Hudaibiah, dan lain-lain), dan termasuk pula dalam pengertian di Madinah tempat-tempat yang terletak disekitarnya (Badar, Uhud, dan lain-lain).[4]

Menurut Al Itqan, Makkiyahadalah segala ayat yang turun sebelum hijrah, sekalipun turunnya di Madinah. Dan Madaniyyah adalah segala ayat yang turun setelah hijrah sekalipun turunnya di Mekkah. Disini berpatokan adalah saat hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah.[5]

Menurut Al Burhan, Makkiyyahialah segala ayat yang isi pembicaraannya kepada penduduk Mekkah dan sekitarnya sertaMadaniyyah adalah segala ayat yang isi pembicaraannya ditujukan kepada penduduk Madinah dan sekitarnya. Berdasarkan kriteria ketiga inilah orang mengatakan setiap ayat yang berisi seruan kepada orang mukmin (ya ayyuhal ladziina aamanu) menunjukkan ia turun di Madinah, dan setiap ayat yang berisi seruan kepada manusia (ya ayyuhannaassu) menunjukkan ia turun di Mekkah.[6]

Para ulama memberikan pengertian istilah yang cukup beragam terhadap term al-makki danal-madani ini. Keberagaman tersebut muncul karena para ulama beranjak dari sudut pandang yang berbeda antara satu dengan lainnya. Suatu kelompok ulama menetapkan batasan yang tidak sama dengan kelompok yang lainnya.[7]

Berbagai patokan yang dijadikan sebagai titik start dalam memberikan definisi terhadap al-makki dan al-madani tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga:[8]

Pertama, al-makki dan al-madani didefinisikan dengan Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW. beserta para sahabat dari Mekkah ke Madinah diambil sebagai garis demarkasi antara ayat atau surat makkiyah dengan ayat atau surat madaniyah. Dengan demikian definisi yang diberikan adalah (Manna ‘al-Qaththan, tth: 61):[9]

وَاِنْ كَانَ نُزُوْلُهُ بِغَيْرِ مَكَّةِ, اَلْمَكِيُّ مَانُزِلَقَبْلَ هِجْرَةِ الرَّسُوْلِ وَالْمَدَنِيُّ مَانُزِلَ بَعْدَ هَذِهِ الْهِجْرَةِ وَاِنْكَانَ نُزُوْلُهُ بِمَكَّةَ

Al-makki adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya di luar Mekkah. Sedangkan al-madani adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekalipun turunnya di Mekkah.

Berdasarkan definisi yang menjadikan peristiwa hijrah ke Madinah sebagai batasan, maka ayat:
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè?ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)urOçFôJs3ym tû÷üt Ä¨$¨Z9$# br&(#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Π4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmΠ3 ¨bÎ) ©!$# tb%x.$JèÏÿxœ #ZŽÅÁt ÇÎÑÈ  

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di anatara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. An-Nisa’: 58)

Merupakan ayat al-madani, sekalipun ayat tersebut diturunkan di Mekah ketika terjadi peristiwa Fathu Mekah (penaklukan kota Mekah). Demikian juga keadaannya dengan ayat yang diturunkan ketika Nabi melaksanakan Haji Wada’ (haji perpisahan) yang berbunyi.[10]

4.….. tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$#$YYƒÏŠ 4ÇÌÈ  

Artinya: Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. Al-Ma’idah: 3)

Kedua, mengartikan terminologi al-makki dan al-madanidengan berpatokan kepada tempat ayat diturunkan. Dalam hal ini, definisi yang dikemukakan adalah (Manna’al-Qaththan, tth: 62)[11]
Al-makki adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an yang diturunkan di mekkah dan sekitarnya, seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah. Dan al-madani adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang diturunkan di madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba dan Sil.

Ketiga, definisi yang berpatokan kepada mukhatab atau orang yang dijadikan sasaran dari diturunkannya sebuah ayat atau surat. Dari batasan ini diketengahkan definisi (Manna ‘al-Qaththan, tth:62)[12]
Al-makki adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang seruannya ditujukan kepada penduduk Mekah dan al-madani adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang seruannya ditujukan kepada penduduk Madinah.

B.     Klasifikasi Al-Makki dan Al-Madani
Ada dua metode yang digunakan oleh para ulama untuk mengetahui apakah suatu ayat termasuk makkiatau madani.[13]
1.      Metode al-Sima’i
Ada juga yang menyebut metode ini dengan istilah al-sima’i al-naqli (mengikuti saja apa yang didengar berdasarkan suatu riwayat). Metode al-sima’imerupakan upaya untuk mengetahui apakah suatu ayat atau surat tergolong ke dalammakki atau madaniberdasarkan kepada riwayat yang shahih dari para sahabat yang hidup pada masa itu dan menyaksikan turnnya wahyu. Riwayat tersebut juga dapat berasal dari tabi’in yang menerima dan mendengar dari sahabat tentang bagaimana, dimana, dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya suatu wahyu. (Manna’al-Qaththan, tth: 60).[14]

2.      Metode qiyasi atau al-qiyasi al-ijtihadi.
 Metode al-ijtihadi adalah upaya untuk mengetahui apakah ayat atau surat tergolong ke dalam makki ataumadani berdasarkan kepadaijtihadi atau qiyas.

Cara kerja metode ini didasarkan pada ciri-ciri makkidan madani. Apabila dalam surat makki terdapat suatu ayat yang mengandung sifat madaniatau peristiwa madani, maka dikatakan bahwa ayat itumadani. Dan apabila dalam surat madani terdapat suatu ayat yang mengandung sifatmakki atau mengandung peristiwa makki, maka ayat tadi dikatakan ayat makki. Bila dalam satu surat terdapat ciri-ciri makki, maka surat itu dinamakan surat makki.Demikian pula jika dalam suatu surat terdapat ciri-ciri madani,maka surat itu dinamakan suratmadani. Inilah yang disebut dengan Qiyasi Ijtihadi(Manna’al-Qaththan, tth: 61)[15]

C.     Ciri-ciri Al-Makki dan Al-Madani
Para ulama telah melakukan penelitian mendalam terhadap ayat-ayat atau surat-surat makki danmadani sehingga dapat menghasilkan ketentuan analogis bagi keduanya. Mereka telah berhasil merumuskan karakteristik atau ciri-ciri khusus darimakki dan madani, baik menyangkut gaya bahasa maupun persoalan yang dibicarakan.

1.      Ciri-ciri al-Makki
Ayat-ayat atau surat-suratmakkiyah, dilihat secara umum terutama segi redaksi yang digunakannya, memiliki ciri-ciri tertentu. Akan tetapi, ciri-ciri yang dapat disimpulkan tersebut tetap saja tidak dapat diberlakukan secara menyeluruh terhadap semua bagian Al-Qur’an. Ada beberapa pengecualian atau realitas yang berada di luar kategorisasi tersebut.

Menurut Manna’al-Qaththan (tth: 63), ayat atau surat makkiyah memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut:[16]
a.      Setiap surat yang di dalamnya terdapat  istilah “sajadah”
b.      Setiap surat yang disana terdapat lafaz “kalla”. Lafaz ini hanya terdapat dalam separuh terakhir dari Al-Qur’an. Dan disebutkan sebanyak 33 kali dalam 15 surat.
c.       Setiap surat yang mengandung “wahai manusia” dan tidak mengandung “wahai orang-orang yang beriman” kecuali surat al-hajj ayat 77 yang pada akhir surat terdapat
يَا ا‏َيُّهَالَّذيْنَ ءَامَنُوْاارْكَعُوْاوَسْجُدُوْا.............
namun demikian, sebagian ulama berpendapat bahwa ayat tersebut diatas merupakan ayat makkiyah.
d.     Setiap surat yang megandung kisah para nabi dan umat terdahulu, kecuali suratal-Baqarah.
e.      Setiap surat yang mengandung kisah Adam dan Iblis, kecuali surat al-baqarah.
f.        Ayat-ayatnya di mulai dengan huruf terpotong-potong (huruf at-tahajji) seperti alif lam mim dan sebagainya, surat Al-baqarah dan Ali Imran.[17]
Dari sudut tema yang diangkat dan gaya bahasa  yang digunakan, ayat atau surat makkiyah memiliki beberapa karakteristik, yaitu (manna al-Qaththan, tth: 63-64):[18]
1)      Berisi ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian terhadap kebenaran risalah, misteri di seputar kebangkitan pada hari pembalasan, kiamat, neraka, surga, argumen terhadap orang yang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniyah.
2)      Peletakan dasar-dasar umum bagi pembumian syariat dan akhlaq mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara zalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan serta tradisi buruk lainnya.
3)      Mengangkat kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sehingga umat Muhammad (terutama orang kafir) dapat mengambil pelajaran dengan mengetahui nasib pendusta agama sebelum mereka. Hal itu juga berfungsi sebagai hiburan dan sugesti bagi Rasulullah sehingga tabah menghadapi gangguan kaumnya serta yakin akan datangnya kemenangan.
4)      Memiliki gaya khusus dengan suku kata dan statemen simpel tapi memiliki kekuatan sehingga sangat mengesankan. Pernyataan-pernyataan yang terkesan “sederhana” tersebut dapat menghembus telinga, menggetarkan hati dan menaklukkan orang yang mendengarkannya.

2.      Ciri-ciri al-Madani
Menurut Manna al-Qaththan (tth: 64), secara umum ayat atau surat madaniyah memiliki beberapa kekhususan. Kekhususan tersebut adalah:[19]
a.      Setiap surat yang berisi tentang sesuatu yang wajib dikerjakan oleh seorang muslim (faridhah) dan hukuman (had).
b.      Setiap surat yang di dalamnya menceritakan tentang orang-orang munafik, kecuali dalam surat al-ankabut (29).
c.       Setiap surat yang di dalamnya terdapat dialog (mujadalah) dengan ahli kitab.

Dilihat dari sisi secara lebih spesifik dan gayabahasa yang digunakan, maka ayat atau surat madaniyah memiliki beberapa ciri (Manna al-Qaththan, tth: 64):
1)      Menjelaskan persoalan ibadah, muamalah, hadud (hukuman-hukuman), peraturan keluarga, kewarisan, keutamaan jihad, hubungan sosial, hubungan internasional dalam suasana damai dan perang, kaidah hukum serta masalah perundang-undangan.
2)      Seruan terhadap ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) dan ajakan kepada mereka untuk masuk islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka dalam upaya merubah kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan yang terjadi di anatara mereka karena kedengkian setelah mereka diberi ilmu.
3)      Menyikap prilaku orang munafik, menguraikan jati diri mereka, membuka rahasia yang disembunyikan dan menjelaskan bahwa mereka sangat berbahaya bagi islam.
4)      Menggunakan gaya bahasa dengan suku kata yang cenderung panjang, semua itu dalam rangka memantapkan syari’at serta menjelaskan tujuan dan sasarannya.

D.    Urgensi Ilmu Al Makki dan Al Madani
Kaum muslimin pada generasi Al-Qur’an pertama, yaitu generasi sahabat mengetahui secara pasti tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. mereka mendengar secara langsung wahyu yang disampaikan kepada Rasul, bahkan banyak ayat yang turun berkenaan dengan mereka. Dengan diketahuinya tempat dan waktu turunya suatu ayat atau surat oleh para sahabat, Rasulullah tidak pernah menjelaskan tentang pengelompokkan ayat-ayat al-makki danal-madani. (al-Zarqani, 1988:196).[20]

Namun, pada masa-masa berikutnya dalam periode generasi Al-Qur’an yang jarak waktunya jauh dari masa nabi, pengetahuan tetang hal itu sangat dibutuhkan. Pengetahuan tersebut tidak mungkin didapat kecuali melalui riwayat dan disampaikan oleh para sahabat nabi yang hidup langsung bersama Nabi Muhammad SAW, serta para Tabi’in yang mendapatkan keterangan tentang hal itu dari sahabat (Subhi al-shalih, 1977:178).[21]
Al-makki dan al-madanimerupakan salah satu bagian terpenting dari pembahasan ulumul qur’an. Mengetahui kedua konsep ini akan memberikan manfaat kepada seseorang untuk membantu memahami Al-Qur’an.

Pengetahuan tetang Makki dan Madani banyak faedahnya, di antaranya:
1.      Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an. Pengetahuan tentang tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkan dengan tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum suatu lafaz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu, seorang penafsir dapat membedakan ayat yang nasikh dengan yang mansukh bila diantara keduanya terdapat makna yang kontradiktif. Ayat yang datang kemudian tentu merupakan nasikh atas yang terdahulu.[22]
2.      Meresapi gaya basaha Al-Qur’an dan memanfaatkannya dalam berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi, merupakan arti paling khusus dalam ilmu retorika.


Karekateristik gaya bahasa makki dan madanidalam Al-Qur’an, memberikan kepada orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah yang sesuai dengan kejiwaan lawan bicara dan menguasai pikiran dan perasaannya serta mengatasi apa yang ada dalam dirinya dengan penuh kebijaksanaan. Setiap tahapan dakwah mempunyai topik dan p

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EVALUASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

sumpah (Qasam) di dalam al-Qur'an

Fawatih as suwar