HURUF DAN QIRA'AH TUJUH

.PERBEDAAN PENDAPAT ULAMA SEPUTAR PENGERTIAN TUJUH HURUF
            Para ulama berbeda berpendapat dalam menafsirkan tujuh huruf ini dengan perbedaan yang bermacam-macam sehigga ibn hayyan mengatakan: ahli ilmu berbeda pendapat tentang arti kata tujuh huruf. Ini lah diantara perbedaan tersebut ialah:
a)      Sebagian besar ulama berpendapat yang dimaksud dengan pengertian tujuh huruf adalah macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna, dengan pengertian jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna, maka al-qur’an diturunkan dengan sejumlah lafazh sesuai dengan keragaman bahasa tersebut tentang makna yang satu itu, dan jika tidak terdapat perbedaan, maka al-qur’an hanya mendatangkan satu lafazh atau lebih saja. Kemudian mereka berbeda pendapat juga dalam menentukan ketujuh bahasa tersebut, dikatakan bahwa tujuh bahasa itu adalah bahasa quraisy, huzail, saqif, hawazin, kinanah, tamim, azad, rabi’ah, hawazin, dan sa’ad bin bakar dan diriwayatkan pula pendapat yang lain.
b)      Suatu kaum berpendapat bahwa tujuh huruf itu adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab dengan makna al-qur’an diturunkan, dengan pengertian bahwa kata-kata dalam al-qur’an secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh bahasa tadi, yaitu bahasa paling fasih dikalangan bangsa arab, meskipin sebagian besar bahasa quraisy sedang sebagian yang lain diantaranya: huzail, saqif, hawazin, kinanah, tamim, azad, rabi’ah, hawazin, dan sa’ad bin bakar, karena itu maka secara keseluruhan al-qur’an mencakup, pendapat ini berbeda dari pendapat sebelumnya, karena yang dimaksud tujuh huruf dalam pendapat ini adalah tujuh huruf yang bertebaran di berbagai surah al-qur’an bukan tujuh bahasa yang berbeda      kata tetapi sama secara makna. Berkata abu ubaid yang dimaksud bukanlah setiap kata boleh dibaca dengan tujuh bahasa, tetapi tujuh bahasa yang bertebaran dlam al-qur’an sbagaimana, bahasa quraisy, tamim, azad, sa’ad bin bakar, hawazin, yaman, huzail, sebagian bahasa-bahasa itu lebih beruntung karena lebih dominan dalam al-qur’an.
c)      Sebagian ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tujuh bahasa itu adalah tujuh wajah yaitu amr, hahyu, wa’d, wa’id, jadal, qasas, dan masal. Atau amr, hahyu, haram, halal, muhkam, mutasyabih, dan amsal.
d)     Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam hal yang didalamnya terjadi ikhtilaf, yaitu ikhtilaful asma’ (perbedaan kata benda ) perbedaan dalam segi i’rab ( harakat akhir kata ) perbedaan dalam tasrif, perbedaan dalam taqdim ( mendahulukan ) dan ta’hir ( mengakhirkan ), perbedaan dalam segi ibdal ( penggantian ), perbedaan karena ada penanbahan dan pengurangan perbedaan lahjah.
e)      Sebagian ulama menyatakan bahwa bilangan tujuh itu bukan berarti secara harfiah, tetapi hanya sebagai kesempurnaan menurut kebiasaan orang arab, dengan demikian, maka kata tujuh adalah isyarat bahwa bahasa dan susunan al-qur’an merupakan batas dan sumber utama bagi perkataan semua orang arab yang telah mencapai puncak kesempurnaan tertinggi sebab, lafazh sab’ah dipergunakan pula untuk menunjukkan jumlah banyak dan sempurna dalam bilangan satuan seperti tujuh puluh dalam bilangan puluhan, dan tujuh ratus dalam ratusan, tetapi kata-kata itu tidak maksudkan dalam untuk menunjukkan bilanagan tertentu.
f)       Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf itu adalah qiraat tujuh, tarjih dan analisis.
Pendapat terkuat dari semua dari pendapat tersebut adalah pendapat pertama yang menyatakan bahwa tujuh huruf itu adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab dalam mengungkapkan satu makna yang sama
Contohnya, kita misalkan saja dalam surat al-ikhlas tang terdapat dalam ayat 4
öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ
 wa lam yakullahu kufuan ahad’ seharusnya cara membaca nya seperti itu tetapi, ada yang memang tidak bisa mengucapkannya secara sempurna ia mengucapkan “wa lam yakullahu kuf’an ahad’ nah cara membaca itu tidak disalahkan karena memang tidak dapat mengucapkannya dengan sempurna tetapi cara penulisannya sama tidak berbeda dan memiliki makna yang sama. Itu lah contoh dari pengertian tujuh huruf. Lafazh-lafazh yang berbeda ini digunakan untuk satu makna yaitu perintah untuk menghadap, pendapat ini dipilih oleh sufyan bin uyainah, ibn jarir, ibn wahb, dan lainnya. Ibn abdil menisbatkan pendapat ini kepada sebagian besar ulama dan dalil dari pendapat ini ialah apa yang terdapat dalam hadist abu bakrah berikut:
            Jibril mengatakan: wahai muhammad bacalah al-qur’an dengan satu huruf lalu, mikail mengatakan: tambahkanlah. Jibril berkata lagi: dengan dua huruf jibril terus menambahnya hingga sampai dengn enam atau tujuh huruf, lalu ia berkata semua itu obat penawar yang memadai, selama ayat azab tidak ditutup dengan ayat rahmat, dan ayat rahmat tidak ditutup dengan ayat madzhab, seperti kata-kata hulumma ta’ala , aqbil, izhab, asra’ dan ajal.
sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud adalah,tujuh bahasa dari bahasa_bahasa yang terkenal dikalangan bangsa arab tetapi maknanya tidak berbeda ketujuh bahasa tersebut yaitu :Quraysy,Hujayl,Saqif,Hawazun,Kinanat,Tamim,dan yaman.
Pendapat lain menyatakan,yang dimaksud adalah,bahwa lafaz-lafaz yang terdapat dalam al-qu’an tidak terlepas dari tujuh bahasa yang terkenal dikalangan bangsa arab.dalam hal ini,bahasa quraisy lebih dominan,sementara bahasa-bahasa lainnya yaitu:Huzayl,Saqif,Hawasin,Kinanat,Tamin dan Yaman.
Ulama lain di antaranya Imam Abu al-Fadl al-Razi,mengatakan,yang dimaksud adalah,bahwa keragaman lafaz atau kalimat yang terdapat dalam al-qur’an cara membacanya
Kergaman yang berkenaan dengan(isim)kata benda seperti,mufrad,jama’,muzakkar,mu’annas,sebagai
            Jadi huruf tujuh itu maksudnya perbedaan cara pengucaapan dalam membaca al-qur’an contohnya seperti di dalam jazirah arab memiliki banyak negara jadi di setiap negara memiliki perbedaan dalam pengucapan tetapi memiliki makna dan tulisan yang sama.
B. HIKMAH DARI TURUNNYA AL-QUR’AN DENGAN TUJUH HURUF
            Hikmah yang dapat diambil dengan kejadian turunnya al-qur’an dengan tujuh huruf adalah sebagai berikut:
a)      Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak bisa baca tulis, yang setiap kabilahnya mempunyai dialek masing-masing, namu belum terbiasa menghafal syariat apalagi mentradisikannya
b)      Bukti kemukjizatan qur’an bagi naluri atau watak dasar kebahasaan orang arab qur’an mempunyai banyak pola susunan bunyi yang sebanding dengan segala macam cabang dialek biasa yang telah menjadi naluri bahasa orang-orang arab, sehingga setiap orang arab dapat mengalunkan huruf-huruf dengan kata-katanya sesuai dengan irama yang menjadi watak dasar mereka dan lahjah kaumnya, dengan tetap keberadaan al-qur’an sebagai mukjizat yang ditantang rasullah kepada mereka, dan mereka tidak mampu memenuhi tantangan tersebut, kemukjizatan itu bukan terhadap bahasa melainkan terhadap dari naluri kebahasaan mereka itu sendiri.
c)      Kemukjizatan qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya, sebab, perubahan-perubahan untuk lafazh sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang luas untuk dapat disimpulkan dari padanya berbagai hukum, hal inilah yang menyebab kan qur’an relevan untuk setiap masa oleh karena itu para fuqaha dalam istimbat atau kesimpulan dan ijtihad dengan qira’at bagi ketujuh huruf ini.
           
C.PENGERTIAN QIRA’AT
Bedasarkan pengertian etemologi(bahasa),qira’at merupakan kata jadian (mashdar)darinkata kerja”qara’a”(membaca).sedangkan berdasarkan pengertin termunologi(istilah),maka ada beberapa defenisi yang diintridusir ulama:
Menurut bahasa qira’at adalah bentuk jamak dari qira’ah yang merupakan isim mashdar dari kata qaarayang artinya bacaan. Sedangkan menurut istilah cukup beragam hal ini disebabkan oleh keluasan dan sisi sudut pandang yang dipakai ulama tersebut.
1.      Menuerut Az-Zarqani”suatu mazhab yang dianut seorang imam  qira’at yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan al-qur’an serta sepakat riwayat-riwayat dsn jalur-jalurnya,baik perbidaan itudalam pengucapan huruf-huruf ataupun dalam mengucapkan bentuk-bentuknya.”
2.      Menurut ibn Al-Jazari”ilmu yang menyangkut cara –cara mengucapkan kata-kata al-qur’an perbedaan perbedaannya dengan cara menisbatkan  kepada penukilnya.”
3.      Menurut Al-Qasthalani”suatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang disepakati atau diperselisihkan ulama yang menyangkut persoalan lugbat,istbatfashl,dan washl yang kesemuanya diperoleh secara periwayatan.”
4.      menurutAz-Zarkayi”qira’at adalah perbedaan (cara mengucpkan)lafaz-lafaz al-qur’an baik menyangkut huruf-huruf tersebut,seperti takbfif(meringankan ,tatsqil(memberatkan)atau yang lainnya
5.      menurut Ash Shabuni”qira’at adalah suatu mazhab cara penghapalan al-qur’an yang dianut seorang imam berdasarkan sanad sanad yang yang bersambung kepada rasulullah SAW.
6.      Qira’at menurut al zarkasyi merupakan perbedaan lafal-lafal al-qur’an, baik menyangkut huruf-hurufnya maupun cara pengucapannya huruf-huruf seperti tasdid dan lain lain, dari pengertian ini hanya menyangkut atau terbatas pada lafal-lafal al-qur’an yang memiliki perbedaan qira’at saja, ia tidak menjelaskan bagaimana perbedaan qira’at itu dapat terjadi dan bagaimana pula cara mendapatkan qira’at itu
Secara etimologi qira’at seakar dengan al-qur’an, yaitu akar kata dari kata qara’a yang berarti membaca, qira’ah merupakan bentuk masdar dari kata qara’a yaitu artinya bacaan.
Di dalam buku manahil al_urfan fi_ulum al_qur’an pengertian qira’at adalah suatu cara yang ditempuh oleh seorang kira’ah(qari’) yang dengannya ia berbeda dengan yang lainnya dalam hal membaca al-qur’an,disertaidengan kecocokan riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya ,baik hal itu dalam hal yang membaca utau mengucapkan hurup ataupun caranya.
      Menurut bahasa qira’at adalah bentuk jamak dari qira’ah yang merupakan isim mashdar dari kata qaarayang artinya bacaan. Sedangkan menurut istilah cukup beragam hal ini disebabkan oleh keluasan dan sisi sudut pandang yang dipakai ulama tersebut berikut ini akan diberikan dua pengertian tentang qira’at
Perbedaan cara pendefenisian  diatas sebenarnya berada pada satu kerangka yang sama bahwa ada beberapa cara melafalkan al_qur’an walaupun berasal dari satu sumber, yaitu nabi muhammad SAW. Ada pun defenisi yang dikemukakan Al_qasthalani menyangkut ruang lingkup perbedaan diantara beberapa qira’at yang ada, dengan demikian. Ada tiga unsur yang dapat ditangkap dari defenisi_defenisi di atas, yaitu:
1.      Qira’at berkaitan dengan pelafalan ayat_ayat al_qur’an yang dilakukan salah seorang imam_imam lainnya.
2.      Cara pelafalan ayat_ayat al_qur’an itu berdsarkan atas riwayat yang bersambung kepada nabi ,jadi bersifat tauqifi ,bukan ijtihadi.
3.      Ruang lingkup perbedaan qira’at itu menyangkut persoalan lughat,hadzaf, i’raf, itsbat, fashl, dan washl.
D. RUKUN-RUKUN QIRA’AT
1.      Sesuai dengan bahasa arab
2.      Bentuk huruf mushaf
3.      Sah sanad-sanadnya
4.      Para ahli qira’at as’sab’ah
a.       Nafi ibn nu’aim al-madany, maha guru qira’at dimadinah, sanadnya qira’ah dari 70 orang tabiin. Perawinya adalah warasy ( ustman ibn saidal-misrhari ) atau abu said dan kalun atau abu musa.
b.      Ibn katsir abd allah ibn kaysir al-makki golongan tabi’in dari mekkah
Sannadnya: Abdullah ibn as sa’ib al makhzumi dari abdullah dari ubay ibn ka’b, umar ibn ai-khattab dan zaid ibn ibn tsabit, dan ad duri ( tabi’in abdullah ibn zubair perawinya adalah al bazzi( ahmad ibn muhammad ibn abdullah ibn abi bazza) atau abu al-hasan dan qanbul ( muhammad ibn abdur rahan ibn muhammad ibn khalid ibn sa’id al-makhzumi atau abu amr.
c.       Abu amr zayyan ibn al ala ibn ammar al mazuni al-bashri dari basrah. Sanadnya sejumlah tabi’in diantaranya: mujaid ibn akbar dan said ibn zubair musayyad yang belajar pada abdullah ibn abbas dari ubay ibn ka’ab perawinya adalah ad duru ( abu umar hafsh ibn umar ibn abd al-azis ad duri n nahwi) dan as suci ( abu syuaib shalih ibn zyad ibn abd allah as suci)
d.      Ibn amir asy syami ( abdullah ibn amir al yashabi ) dari syam, sanadnya qira’ah dari al mughira ibn abi syihab al makhzumi yang belajar pada ustman bin affan ra.
e.       Ashi al kufi ( abu bakar ) ibn abi an najwad atau ibn buhadalah dari khufah, sanadnya abdullah ibn habib as salami dari utsaman ali ibn abi thalib, ubay ibn ka’b abdullah ibn mas’ud dan zaid ibn tsabit yang semua dari rasullah dari jalur zurri ibn hubasy yang belajar pada ustman, ali dan mas’ud dari rasul allah perawinya, syukba( abu bakar )syukba ibn abbas ibn salim al kufi) dan hafash ibn sulaiman ibn al mughirah al bazzaz al kufi atau abu amr, menurut ibn ma’in ia mengambil qira,ah dari abu bakar
f.       Hamzah ( abu humarah) ibn hubaib ibn imarah az zayyat dari kufah sanadnya dari qira’ah dari abi muhammad sulaiman ibn mahran al a’masy dari yahya ibn watstsab al asad dari alkama dari ma’sud dari rasul allah, dan dari jalur zurri ibn hubaisy qira’ahnya diambil dari ustman ibn affan, ali ibn abi thalibdan abdullah ibn mas’ud dan rasul allah perawinya adalah khalaf ibn hisyam al bazzaz ( abu muhammad dan khallad ibn khalid ( ibn khulaid) ash sairafi ( abu isa )
g.      Ali al kisa’i imam ahli nahwu dari kufah sanadnya,  dari hamzah ibn habib ibn imarah az zayyat  dan isa ibn umar dari thalha ibn musharrif dari an nakha’i dari alqama dari ibn mas’ud dari rasul allah perawinya,  abu al harist ( al laits ibn khalid al baghdadi dan hafsh ad durri yang mengambil riwayat dari abu amr.
C.Latar belakang timbulnya qira’at
E.Latar belakang historis
Qira’at sebenarnya telah muncul semenjak nabi masih ada walaupun tentu saja pada saat itu qira’at bukan merupakan  disiplin ilmu.Ada beberapa riwayat yang mendukung asumsi diatas:
a.Suatu ketika umar bin al_khattab berbeda pendapat dengan hisyam bin hakim ketika membaca ayat al_qur’an ,umar tidak puas terhadap bacaan hisyam sewaktu ia membaca surah
al_furqan .Menurut umar bacaan hisyam tidak benar dan bertantangan dengan apa yang diajarkan nabi muhammad kepadanya.Namun, hisyam menegaskan pula bahwa bacaannya pun berasal dari nabi. Sesuai shalat, hisyam diajak menghadap nabi seraya melapaorkan peristiwa diatas. Nabi menyuruh hisyam mengulangi bacaannya sewaktu shalat tadi.Setelah hisyam melakukannya ,nabi bersabda:
Memang begitulah al_qur’an diturunkan. Sesungguhnya al_qur’an ini diturunkan dalam tujuh huruf ,maka bacalah oleh kalian anggap mudah dari tujuh huruf itu
F.Pertumbuhan ilmu qira’at
Bahwa tumpuan utama al_qur’an al_karim adalah bertemu dan mengambil langsung , seorang tsiqat dengan tsiqat lain seorang imam dari imam lain sampai pada nabi muhammad SAW. Dan mushaf_mushaf tidak akan menjadi tumpuan utamanya. Ia hanya merupakan rujukan yang mampu menyatukan kaum muslim terhadap kitabullah, akan tetapi,dalam batas_batas yang ditunjuk dan ditentukannya, bukan yang tidak yang ditunjukkan dan ditentukannya. Bahwa mushaf_mushaf tidaklah bertitik dan berharakat dan bahwa bentuk kata di dalam mushaf_mushaf itu mampu  mencakup wajah_wajah qira’ah yang mungkin. Bila tidak mampu, maka kata itu akan ditulis dengan salah satu wajah pada suatu mushaf, kemudian ditulis dengan wajah lain didalam mushaf yang lain pula, begitu seterusnya. Dengan demikian,tidak perlu bahwa tumpuan utamanya adalah periwayatan langsung dari lisan ke lisan
Ustman mengirimkan mushaf_mushaf ke berbagai kawasan bersama setiap mushaf mengirimkan orang_orang qira’ah nya mencocoki sebagian besarnya. Qira’ahnya terkadang berbeda dengan yang berkembang dikawasan lain, yang duta dan mushafnya juga lain. Sahabat berbeda satu sama lain dalam mengambil dari rasulullah ada yang mengambil dari beliau dengan satu huruf, ada yang mengambil dua huruf, dan ada juga yang mengambil lebih dari dua huruf . Kemudian mereka berpencar ke berbagai kawasan sehingga dengan begitu,berbeda_beda pula pengambilan al_qur’an dari mereka dengan tabi’in. Dan demikian seterusnya sampai kepada imam _imam qira’ah yang terkenal yang mengkhusus kan dari mereka dalam hal qira’ah. Ini lah awal mula pertumbuhan ilmu qira’at dan latar belakang keragamannya. Meskipun perbedaan itu pada kenyataannya berporos pada sedikit hal bila dibandingkan dengan banyak hal yang menjadi kesepakatan, akan tetapi bagaimana pun hal itu tetap merupakan perbedaan dalam hal tujuh huruf dari al_qur’an dan semuanya berasal dari allah SWT bukan dari rasullah, salah seorang qari, ataupun yang lainnya.
Imam an-Nawairiy yang menyebutkan dalam kitabnyaAth-Thyyibah Fi Al-Qiraat al-asyr.”tumpuan periwayatan AL-Qur’an adalah para hafiz.oleh karna itu Usman ra. Mengirimkan bersama setiap mushaf orng yang yang qiraahnya mencocoki sebagian besarnya,dan tidak mesti.masing-masing kawasan membaca menurut mushaf yang ada pada mereka .mereka mengambil apa yang ada didalamnya dari para sahabat yang mengambilnya dari nabi muhammd saw,sebagian mereka bersungguh-sungguh untuk mengambilnya mereka bergadang dimalam hari dan menghabiskan waktu disiang harinya,sehingga mereka menjadi imam-imam yang diikuti dan menjadi bintang petunjuk,sehingga warga setempat sepakat untuk menerima qiraat mereka,tak seorangpun menyelisihi qiraat mereka.dan karena ketekunan mareka itu,qiraah pada ahirnya dinisbatkan kepad mereka dan tumpuannya ada pada mereka
Setelah jumlah qiraat mereka bertambah banyak,mereka tersebar di berbagai kawasan .generasi generasi mengikuti mereka ,di antara mereka ada yan mampu menguasa satu sipat saja,dan ada yn mampu menguasai lebih dari satu sipat,sehingga keragaman menjadi bertambah dan kesejalanan semakin menipis.
Dalam hal sepert itulah, sejumlah hal semakin bergerak,mereka berusaha sedemikia rupa untuk membedakn mana yang sahih dan mana yang batil,menghimpun huruf dan qiraah,menisbatkan wajah wajah dan riwayat ruwayat,menjelaskan yang sahih dan yang syadz dengan prinsip-prinsip yang mereka gali dan rukun-rukun yang mereka rinci.”
G.SEBAB-SEBAB PERBEDAAN QIRA’AT
Diantara sebab-sebab timbulnya perbedaan qira’at yang berbeda adalah sebagai berikut
1.      Perbedaan qira’at nabi, artinya, dalam mengajarkan al-qur’an kepada para sahabatnya, nabi memakai beberapa versi qira’at. Misalnya, nabi pernah membaca surah as-sajdah (32) ayat 17 sebagai berikut:
Ÿxsù ãNn=÷ès? Ó§øÿtR !$¨B uÅ"÷zé& Mçlm; `ÏiB Ío§è% &ûãüôãr& Lä!#ty_ $yJÎ/ (#qçR%x. tbqè=yJ÷ètƒ ÇÊÐÈ
17.  Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan
Qira’ah versi mushaf ustmani adalah:
2.      Pengakuan dari nabi terhadap berbagai qira’at yang berlaku di kalangan kaum muslimin waktu itu. Hal ini menyangkut  diantara mereka dalam mengucapkan kata-kata dalam al-qur’an
3.      Perbedaan syakkal, harokat atau huruf. Karena mushaf-mushaf terdahulu tidak menggunakan syakkal dan harokat, maka imam-imam qira’at membantu memberikan qira’at.
4.      Karena perbedaan lahjah dari berbagai unsure etnik dimasa nabi
Jadi itulah beberapa faktor yang menyebabkan sebab-sebab perubahan qira’at
H.MACAM-MACAM QIRA’AT
            Berkenaan dengan qira’at ini terdapat bermacam-macam qira’at dan yang mansyur ada 7 macam, dikenal dengan sebutan qira’ah sab’ah, suatu qira’at yang dibangsakan kepada ketujuh imam qira’at yaitu:
            As-sayuti mengutip ibnu al-jazari yang mengelompokkan qira’ah berdasarkan sanad kepada enam macam diantaranya
a)      Qira’ah mutawatir
Qira’ah mutawatir yaitu yang periwayatannya melalui beberapa orang seperti qira’ah sab’ah yang menurut jumhhur ulama qira’ah sab’ah ini semua riwayatnya adalah mutawatir
b)      Qira;at mansyur
Qira’at mansyur adalah qira’ah yang memiliki sanad sohih, tetap[I tidak sampai kepada kualitas mutawatir, sesuai dengan akidah bangsa arab dan tulisan mushaf ustmani, mansyur dikalangan ahli qira’ah dan tidak termasuk qira’ah yang keliru dan tidak menyimpang, misalnya dari qira’at dari imam yang tujuh yang disampaikan melalui dari jalur-jalur yang berbeda-beda, sebagian perawi misalnya meriwayatkan dari imam tujuh, sementara yang lainnya tidak. Qira’at semacam ini banyak dijumpai kitab-kitab qira’a misalnya at-taisir karya ad-dani qashidah karya as-=syatibi, au’iyyah annashr fi qira’ah al-asyr dan taqrib an-nasyr keduanya merupakan karya ibnu ai-jaziri. Menurut al-jarqani dan subhi ai-sholih kedua tingkatan mutawaatir dan mansyur sah bacaannya dan wajib menyakininya serta tidak mengingkari sedikitpun dari padanya.
c)      Qira’at Ahad
Qira’at ahad adalah yang sanadnya shahih tetapi tulisannya tidak cocok dengan tulisan mushab usmani yang juga tidak selaras dengan kaidah bahasa arab. Qira’at ini tidak boleh untuk membaca Al-qaur’an.
d)     Qira’at syadz
Qira’at stadz adalah qira’ah yang sanadnya tidak shahih contohnya :
 Å7Î=»tB ÏQöqtƒ ÉúïÏe$!$# ÇÍÈ
(dibaca malaka yauma ).
e)      Qira’ah maudlu’ atau palsu
Qira’ah maudlu’ adalah qira’ah yang tidak dapat atau tidak boleh membaca al-qur’an
f)       Qira’ah mudraj
Qira’at mudraj adalah qira’at yang didalamnya terdapat kata atau kalimat tambahan yang biasanya dijadikan penafsiran bagi ayat al-qur’an .
Kedua qira’at di atas yaitu qira’ah maudlu’ dan mudraj tidak dapat dijadikan pegangan dalam bacaan al-qur’an.
            Jika ditinjau dari segi pembacanya (Qurro’) Qira’ah dibagi atas :
1.      Qira’ah saba’ah yang disandarkan pada imam tujuh ahli qira’ah yaitu qira’ah yang telah disebutkan diatas. Ada dua alas an kenapa disebut qira’at saba’ah
Pertama : Ketika khalifah ustman mengirim ke berbagai daerah itu berjumlah tujuh buah yang masing-masing disertai dengan ahli qira’ah yang mengajarkan. Nama saba’ah berasala dari jumalh qurro’ yang mengajarkan yaitu saba’ah atau tujuh.
Kedua : tujuh  qira’ah tiu adalah qira’at yang sama dengan tujuh cara bacaan yang diturunkan al-qur’an.Dua pendapat diatas disampaikan oleh Prof. Dr.H. Abdul Djalal H.A. yang mengutip dari pendapat imam al maliki.
2.      Qira’ah asyrah
Qira’ah yang disndarkan kepada sepuluh orang ahli qira’ah yaitu tujuh orang yang sudah tersebut dalam qira’ah saba’ah ditambah dengan tiga orang, yaitu: Abu Ja’far yazid ibnul Qa’qa al-qari  di madinaah, Abu Muhammad yakub bin ishal hadhari di basrah, abu Muhammad kholf bin hisyam al amasyy.
Menurut sebaagian ulama pembatasan terhadap tujuh ahli qira’at kurang tepat, karena masih banyak orang (ulama) lain yang juga memahami daan pandai tentang qira’at.
3.      Qira’at arbaa’ah asyrata yaitu qira’ah yang disandarkan kepada empat belas ahli qira’ah yang mengajarkaannya, sepuluh ahli qira’ah yang telah ditulis ditambah dengan empat orng yaitu hasan al basri di baasrah ibnu muhais,yahya oibnu mubarok al yajidi di baghdat, abu faroj ibnul ahmad asi syambudzy di baghdad
I.METODE CARA PENYAMPAIAN QIRA’AT
      Menurut Dr. Muhammad bin alawi al-maliki dalam bukunya berjudul zubdah al-itqam fi ulumil qur’an menyatakan bahwa dikalangan ahli hadist ada beberapa periwayatan atau penyampaian qira’ah diantaranya:
a.       Mendengar langsung dari guru ( al-sima’ )
b.      Menbacakan teks atau hafalan didepan guru( al-qira’ah ala al- sayikh)
c.       Melalui ijazah melalui guru kepada murid
d.      Guru memberikan sebuah naskah asli kepada muridnya atau salinan yang dikoreksinya untuk diriwayatkan( al- munalah )
e.       Guru menulis sesuatu untuk diberikan kepada muridnya ( mukatabah )
f.       Wasiat dari guru kepada murid-muridnya
g.      Pemberitahuan tentang qira’ah tertentu ( al- i’lam )
h.      Hasil temuan ( al-wijadah )
Para imam qira’ah, baik salaf maupu kholaf dalam meriwayatkan lebih banyak menggunakan metode qira’ah metode membacakan teks atau hafalan didepan guru, metode ini juga digunakan nabi muhammad saw ketika beliau menyodorkan ayat al-qur’an dihadapan jibril pada setiap bulan ramadhan, adapun metode al-sima’ tidak digunakan para imam qira’ah dengan beberapa alasan:
a.       Karena yang  mendengar langsung dari nabi muhammad saw hanyalah para sahabat, sedangkan mayoritas para imam qira’ah tidak pernah mendengarkan secara lansung dari nabi muhammad saw
b.      Setiap murid yang mendengar lansung dari gurunya tidak mampu secara persis meriwayatkan apa yang telah didapat dari gurunya, sedangkan para sahabat dengan kualitas kefasihan yang baik, mereka mampu menyampaikan al-qur’an sama persis seperti apa yang mereka dengar dari nabi muhammad saw.
J. SEJARAH QIRA’ATIL QUR’AN
            Pada periode awal kaum muslimin, memperoleh ayat-ayat al-qur’an langsung dari nabi, kepada para sahabat dan dari sahabat ini kemudian kepada para tabi’in serta para imam-imam qira’at pada masa selanjutnya, pada masa nabi saw, ayat-ayat ini diperoleh dari nabi muhammad saw dengan cara mendengarkan, membaca lalu beberapa sahabat menghafalkannya, sehingga pada periode ini al-qur’an belum dibukukan, pedoman dasar bacaan dan pelajarnya langsung bersumber dari nabi muhammad saw, serta para sahabat yang hafal al-qur’an, hal ini berlangsung hingga masa para sahabat pada perkembangannya l-qur’an dibukukan atas dasar ikhtiar dari khalifah abu bakar dan insiatif umar bin khattab
            Pada perkembangan berikutnya al-qur’an justru tertata lebih rapi karena khalifah usman berinsiatif untuk menyalin mushaf dan dicetak lebih banyak dan kemudian dan disebarkan kepada kaum muslimin ke berbagai kawasan, langkah ini ditempu oleh ustman bin affan karena pada waktu itu terjadi perselisihan diantara kaum muslimin tentang perbedaan bacaan yang mereka terima, maka dengan dasar inilah diketahui sejarah awal terjadinya perbedaan qira’at yang kemudian diselesaikan oleh ustman bin affan dengan cara menyalin mushaf itu menjadi satu bentuk yang sama dan mengirimnya ke berbagai daerah. Dengan cara seperti ini maka tidak ada nada lagi perbedaan, karena seluruh mushaf yang ada di daerah-daerah kaum muslim semuanya sama, yaitu mushaf yang berasal dari khalifah ustman bin affan
            Setelah masa itu maka muncullah para qurra’ para ahli membaca bacaan al-qur’an merekalah menjadi panutan di daerahnya masing-masing dan dari bacaan mereka dijadikan pedoman serta cara-cara membaca al-qur’an
            Perkembangan selanjutnya ditandai dengan munculnya masa pembukuan qira’at para ahli sejarah menyebutkan bahwa orang yang pertama kali menuliskan ilmu qira’at adalah imam abu ubaid al qasim bin salam yang wafat pada tahun 224 H, ia menulis kitab yang diberi nama ai qira’at yang menghimpun qira’at dari 25 orang perawi, pendapat lai nmenyatakan bahwa orang yang pertama kali menuliskan ilmu  qira’at adalah husein bin ustman bin tsabit al-baghdadi al-dharir, yang wafat pada tahun 378 H. Dengan demikian, muali saat itu qira’at menjadi ilmu tersendiri dalam ulum al-qur’an
            Menurut sya’aban bin ismail kedua pendapat itu dapat dikompromikan, orang yang pertama kali menulis masalah qira’at dalam bentik prosa adalah al-qasim bin salam dan orang yang pertama kali menulis tentang qira,at sab’ah dalam bentuk puisi adalah husein bin ustman al-baghdadi.
            Pada penghujung abad III hijriah, ibnu mujahid menyusun qira’at sab’ah dalam kitab-lkitabnya as sab’ah dia hanya memasukkan para imam qira’at yang terkenal siqat dan amanah serta panjang pengabdiannya dalam mengajarkan al qur,an, yang berjumlah tujuh orang, tentunya masih banyak imam qira,at yang lain yang dapat dimasukkan dalam kitabnya.
            Ibn mujahid menamakan kitabnya engan kitab al-sab’ah hanyalah secara ken\betulan, tanpa ada maksud tertentu, setelah munculnya kitab ini, orang-orang awam menyangka bahwa yang dimaksud dengan huruf sa’ah adalah qira’at sab’ah oleh ibn mujahid ini, padahal masih banyak lagi imamqira’at lai  yang kadar setera dengan tujuh imam qira’at dalam kitab ibn mujahid.
            Abu al-abbas bin ammar mengejam ibn mujahid karena telah melakukan hal yang tidak selayaknya dilakukan, yang mengaburkan pengertian orang awam bahwa qira’at sab’ah itu adalah huruf sab;ah
            Banyak sekali kitab-kitab qira’at yang ditulis para ulam setelah kitab sab’ah ini. Yang paling terkenal antara lain adalah: al-taysir fi al qira’at al-sab’i yang disusun oleh abu amr al-dani, matan al-syatibiyah fi qiraat al sab’i karya imam al-syatibi, al-nasyr fi qira’at al asyr karya ibnu al jazari dan itaf fudla’, al-basyar fi-alqira’at al-arba’ah, asyara karya imam al-dimyati al-banna, masih banyak lagi kitab-kitab lain tentang qira’at yang membahas qira’at secara luas, hingga saat ini.
K. PERBEDAAN SA’AH AHRUF DENGAN QIRA’AT SAB’AH
            Sebagimamna telah dikemukakan bahwasanya sab’ah ahruf yang diturunkan kedalam al-qur’an tidak mungkin dimaksud kan dengan qira’at sab’ah yang mansyur iyu, hal ini ditegaskan karena banyak ulama yang menyangka bahwa qira’at ini sama dengan sab’ah ahruf
            Abu syammah di dalam kitab al-mursyidul wajiz berkata: segolonga orang menyangka bahwasanya qira’at sab’ah yang berkembang sekarang, itu lah yang dikehendaki didalam hadist persangkaan yang demikian berlawanan dengan ijma’ semua ahli ilmu
            Timbulnya sangkaan yang demikian itu lantaran tindakan abu bakar ahmad ibn musa ibn abbas yang terkenal dengan nama ibnu mujahid yanag telah berusaha penghujung abad ke-3 di baghdad, untuk mengumpulkan tujuh qira’at dari tujuh imam yang terkenal yaitu di mekkah, madina, basrah, kufah, dan syam, mereka ini adalah orang-orang kepercayaan kuat hafalan dan terus menerus membaca al-qur’an, usaha untuk mengumpulkan qira’at-qira’at yang tujuh itu, secara kebetulan saja, karena masih ada imam-imam qira’at yang lebih tinggi derajatnya dari ketujuh orang itu, dan masih banyak juga jumlahnya, abu abbas ibn amma seorang muqri besar, mencela keras ibn mujahid dn mengatakan bahwa usaha itu akan menimbulkan persangkaan bahwa qira’at sab’ah inilah yang dimaksudkan oleh hadist, alangkah bainya kalau yang dikumpulkan itu kurang dari tujuh atau lebih dari tujuh supaya hilang kesamaran itu,
            Jadi yang dimaksud dengan qira’at sab’ah yaitu, tujuh versi qira’at yang dinisbatkan kepada para imam qira’at yang berjumlah tujuh orang yaitu: ibn amir, ibn kasir, ashim, abu amr’, hamzah, nafi, dan al-kasa,i adapun nama lengkap beserta sanad dan perawi dari ketujuh imam qira’at sab’ah tersebut adalah sebagai berikut:
Ibn amir
            Nama lengkapnya abdullah ibn amir al-yashabi ( 8-118 H )ia membaca al-qur’an dari al-mughirah ibn abi syihab al-makhzumi dan abu al-darda’ al-mughira membaca dari ustman bin affan dan abu al darda’ membaca dari nabi saw, dan dua orang rawi qira’at ibn amir yaitu hisyam dan ibn zakwan.
Ibn kasir
            Nama lengkapnya adalah abu muhammad abdullah ibn kasir al-makki( 45-120 )ia membaca al-qur’an dari abdullah ibn al-sa’ib, mujahid ibn jabar, dan dirbas, abdullah ibn al-saib membaca dari ubay ibn ka’ab dan umar ibn al-kahattab, mujahid ibn jabar dan dirbas membaca dari ibn abbas, ibn abbas membaca dari ubay ibn ka’ab, dan zaid ibn tsabit, sementara ubay ibn ka’ab, umar bin khattab, dan zaid ibn sabit membaca dari nabi saw, dan dua orang rawi qira’at ibn kasir yaitu: al- bazzi dan qunbul.
‘ashim
            Nama lengakapnya adalah ashim ibn al-nujad al-asadi( 129 H ) ia membaca al-qur’an dari abu abd al-rahman al silmi, abu al rahman membaca al-qur’an dari ibn mas’ud, ustman bin affan, ali bin abi thalib, ubay ibn ka’ab, dan zaid ibn tsabit, para sahabat tersebut menerima bacaan al-qur’an dari nabi saw, dan dua orang rawi qira’at ashim adalah hafsh syu’bah
Abu amr
            Nama lengkapnya adalah abu amr zabban ibn al- a’la ibn ammar ( 68-154 H ) ia membaca al-qur’an dari ibn ja’far yazid ibn qa’qa’ dan hasan al-basyri membaca dari al-haththan dan abu al-aliyah, abu al-aliyah membaca dari umar bin khattab dan ubay ibn ka’ab, kedua sahabat tersebut membca al-qur’an dari nabi saw, dan dua orang rawi abu amr yaitu al-duri dan al-susi.
Hamzah
            Nama lengkapnya adalah hamzah ibn hubayd ibn al-ziyyat al kufi ( 80-156 H ) ia membaca al-qur,an dari ali al-sulayman al-amasy, ja’far as siddiq, hamran ibn a’yan, manhal ibn amr, dan lain-lain, mereka semua bersandung sanadnya kepada nabi saw, dan dua orang rawinya yaitu khallad dan khallaf.
Nafi
            Nama lengkapnya adalah nafi ibn abd rahman ibn abi nu’yam al laysi 169 H, ia membaca al-qur’an dari ali ibn ja’far, abd rahman ibnhurmuz muhammad ibn muslim al-zuhri, mereka bersambung sanadnya kepada nabi saw, dan dua orang rawi qira,at nafi yaitu warasyidan qalun
Al-kisa’i
            Nama lengkapnya adalah abu hasan ali ibn hamzah al kisa’i 187 H, ia membaca al-qur’an dari hamzah, syu’bah, ismail, ibn ja’far, mereka bersambung sanadnya kepada nabi saw, dan dua orang rawi qira’at al-kisa’i yaitu al-duri dan abu al-harist.
DAFTAR PUSTAKA
Rosihon Anwar, Ulum Al-qur’an, ( Bandung: Pustaka Setia, 2015 ),hlm,140.
Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddiqy, Ilmu Al-qur’an, ( Semarang: Pustaka Rizki, 1999 ), hlm.76
A.Chaerudji Abdul  Malik, Ulumul Qur’an, ( Jakarta: Cliadit Media, 2007 ), hlm.177.
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur,an, ( Bandung: Pustaka Setia, 2000 ), hlm.228.
Manna Khalil Al Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-qur,an, ( Jakarta:  Litera Antar Nusa, 2013  ), hlm.27.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EVALUASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

sumpah (Qasam) di dalam al-Qur'an