fase turunnya al-qur'an
FASE- FASE TURUNNYA
AL-QUR’AN
1.
Melalui
perantaraan malaikat
Wahyu
Allah diturunkan kepada para nabi-Nya adalah melalui perantaraan malaikat Qur’an di turunkan dengan cara ini. Ada dua
cara malaikat jibril as. datang menyampaikan wahyu kepada nabi Muhammad SAW.
a.
Datang kepada nabi
seperti suara lonceng dan suara yang amat kuat yang mempengaruhi faktor-faktor
kesadaran, sehingga nabi dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh itu.
Cara ini yang paling berat buat Nabi. Apabila wahyu turunan kepada rasulullah
SAW, dengan cara ini beliau akan mengumpulkan secara kekuatan kesadarannya
untuk menerima, menghafal dan memahaminya.
b.
Malaikat menjelma
menjadi seorang laki-laki lalu datang menyampaikan wahyu kepada nabi. Cara ini
lebih ringan dari pada cara yang pertama, karena adanya kesesuaian antar
pembicara dengan pendengar, seperti seseorang yang berbicara dengan saudarnya
sendiri. Menurut ibnu khaldun, dalam keadaan yang pertama, Rasulullah melepas
kodratnya sebagai manusia yang bersifat jasmani untuk berhubungan dengan
malaikat merubah diri dari yang rohani semata menjadi manusia jasmani.[1]
2.
Melalui
mimpi
Mimpi
yang benar Nabi SAW. Tidak melihat mimpi tersebut kecuali seperti melihat fajar
subuh, bahwa wahyu itu datang kepada mereka dalam bentuk mimpi, sebagaimana
mereka dalam keadaan terjaga, bahwa jibril telah mendatangi nabi saw, pada
malam kenabian, dan membangunkannya sebanyak tiga kali, lalu membaca kan kepada
beliau permulaan surat al-alaq kemudian beliau mendatang dan mengajarkan
bersama-samanya dalam keadaan terjaga. Bahwa mimpi para nabi itu adalah wahyu.
3.
Didatangi
malaikat
Nabi
pernah di datangi jibril dalam bentuk aslinya, beliau mempunyai 600 sayap, lalu
menyampaikan wahyu ke rasul apa yang hendak beliau sampaikan, ini terjadi dua
kali.
a. Ketika
beliau meminta jibril untuk menampakkan wujudnya, kemudian jibril pun
menampkkan wujudnya,
b. Ketika
di sidratul muntaha pada malam isra’ dan mi’rad.[2]
Ciri
dan bentuk Al-Qur’an
Kendati
diwahyukan secara lisan, Al-Qur’an sendiri secara konsistem menyebutkan sebgai
kitab tertulis, ini member pentujuk bahwa wahyu tersebut tercatat dalam
tulisan, pada dasarnya ayat-ayat Al-Qur’an tertulis sejak awal perkembangan
islam meski masyarakat yang baru lahir itu masih menderita berbagai
permasalahan akibat kekejaman yang dilancarkan oleh kafir Qurais. wahyu turun
nabi Muhammad secara rutin memanggil penulis yang di tugaskan untuk menulis
ayat tersebut . zaid bin thalid menceritakan sebagi ganti atau mewakili peranan
dalam nabi Muhammad, ia sering kali di panggil di beri tugas penulisan saat
wahyu turun, sewaktu ayat al-zihat turun nabi ammad memangil Zaki bin thabit
membawa tinta dan alat tulis dan kemudian mendiktekannya , Tradisi penulisan
Al-Qur’an di kalangan sahabat dalam tulisan Al-Qur’an menyebabkan nabi Muhammad
melarang orang-orang menulis sesuatu darinya kecuali Al-Qur’an dan siapa yang
menulis Sesutu dari ku bukan Al-Qur’an maka ia harus menghapusnya, beliau ingin
agar Al-Qu’an dan hadist tidak ditulis pada halaman kertas yang sama agar tidak
terjadi campur aduk serta kekelirun.
Sebenarnya mereka yang tak dapat menulis selalu hadir juga di masjid
memegang kertas kulit dan minta orang lain secar suka rela mau menuliskan ayat
Al-Qur’an berdasarkan kebiasaan nabi Muhammad memanggil juru tulis ayat-ayat
ynag baru turun kita dapat menarik bahwa pada masa beliau seluruh Al-Qur’an
sudah tersedia dalam bentuk tulisan.[3]
Kalangan
orang anggap selalu menganggap Al-Qur’an itu sebagai kitab yang memiliki
keunikan lagi indah, sampai para penyembah berhala di kota makkah merasa haru
melihat susunan liriknya dan mereka
tidak mampu seperti itu Al-Qur’an menyatakan bahwa ini adalah “mubeen” atau
jelas.[4]
Allah
menurunkan Al-Qur’an kepada nabi Muhammad SAW untuk member petunjuk kepada
manusia. Turunnya Al-Qur’an merupakan peristiwa besar yang sekaligus menyatakan
kedudukan bagi penghunu langit dan bumi turunya Al-Qur’an yang pertama kali
pada malam lailatul qadar merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat tinggi
yang terdiri dari para malaikat akan kemulian umat Muhammad. Sedangkan
turunnyan Al-Qur’an yang kedua kalinya secara bertahap berbeda degan
kitab-kitab yang sebelumnya. Rasulullah tidak menerima risalah yang besar ini
tidak sekaligus, dan kaumnya pun tidak puas dengan risalah yang besar ini
sekaligus tersebut karena kesombongan dan permusuhan mereka. Oleh karena itu
wahyu turun secara berangsur-angsur untuk menguatkan hati rasulullah dan
menghiburnya serta mengikuti peristiwa dan kejadian-kejadian sampai Allah
menyemprnakan agama ini dengan nikmatnya .[5]
[2]Hafidz Abdurrahman, Ulumul Quran
Praktis, (Bogor: CV. Idea Pustaka Utama, 2003), hal. 28-31.
[3]Ihsan Fauzi Rahman, Sejarah
Al-Quran, (Bandung , 2008), hal. 6-7.
[4] Al- Azami, The History Of The
Quranic Text, ( Kuala lumpur, 2005),
hal. 11.
[5] Nur Hidayat, Nilai-nilai
Pendidikan Dalam Sejarah Penurunan Al-Quran Secara Bertahap, dalam Skripsi
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, hal. 11.
Komentar
Posting Komentar